Wali Allah dan Tanda Cinta Allah kepada Hamba-Nya
Oleh: K.H. Ali Mansyur Kastam
PONPES YTP - Ada sebuah kutipan menarik yang dinukil dalam kitab-kitab hadits. Dalam riwayat Imam Bukhori, Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan firman Allah SWT: "Barang siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku akan menyatakan perang terhadapnya." Hadits ini disebut sebagai hadits Qudsi karena makna dan redaksi hadits ini berasal langsung dari Allah ﷻ. Dalam hadits tersebut, Allah memberi peringatan keras kepada siapa saja yang berani memusuhi wali-wali-Nya. Wali begitu Istimewa sampai harus Allah langsung yang menjadi pembelanya.
Lantas, siapakah Wali Allah itu?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa ada dua jenis ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba. Pertama, ibadah wajib, yaitu ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan tidak boleh ditinggalkan, seperti salat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, dan haji bagi yang mampu. Kedua, ibadah sunnah atau nafilah atau tathawwu’, yaitu ibadah tambahan yang tidak diwajibkan, tetapi sangat dianjurkan karena mendekatkan diri kepada Allah, seperti salat sunnah, puasa Senin-Kamis, membaca Al-Qur’an, dan lain-lain.
Seorang hamba yang mencintai Allah senantiasa menunaikan ibadah yang wajib, kemudian melengkapinya dengan ibadah sunnah. Apabila dia mampu istiqamah dalam ibadah tersebut, maka dia akan naik level menjadi pribadi yang dicintai Allah. Itulah yang menjadi definisi dari seorang wali, yaitu pribadi yang mencintai Allah dan dicintai oleh-Nya.
Namun perlu diingat, tanda cinta Allah tidak melulu berwujud harta melimpah maupun objek materil lainnya. Sebagai contoh, Qarun adalah orang yang diberi kekayaan luar biasa oleh Allah, tetapi karena kesombongannya, dia justru dibenci dan dibinasakan oleh Allah. Banyak sedikitnya harta bukan ukuran dari cinta Allah.
Tanda-tanda Allah mencintai hamba-hambanya
Tidak ada yang bisa memastikan status kewalian seseorang. Ilmu tentang hal itu sudah pasti menjadi rahasia Ilahi. Namun, ada beberapa ciri yang terdapat pada para wali yang bisa jadi tanda kedekatan seseorang dengan Rabb-nya.
Pertama, hati yang condong kepada kebaikan. Seorang wali cenderung mudah melakukan kebaikan. Jika seseorang masih malas beribadah, malas dilibatkan pada kemaslahatan bersama, kemungkinan besar dia belum masuk pada level wali Allah.
Kedua, melakukan hal yang bermanfaat dan terjaga dari perbuatan sia-sia. Misalnya, telinga senang mendengar kajian, nasihat, atau ilmu yang bermanfaat sekaligus risih ketika mendengarkan ghibah, fitnah dan sebagainya. Pandangannya nyaman digunakan melihat hal-hal yang baik, seperti membaca Al-Qur’an, buku ilmu sekaligus tidak nyaman jika melihat kemaksiatan.
Ketiga, doanya dikabulkan. Do'a dari seorang wali mudah diterima dan dikabulkan oleh Allah. Di sisi lain, seorang wali tentu tidak akan berdoa kecuali itu membawa kebaikan dan kemaslahatan bagi banyak pihak.
Keempat, mendapat perlindungan Allah. Jika seorang wali Allah meminta pertolongan, maka Allah akan langsung menurunkan pertolongan dan perlindungan-Nya. Namun bukan berarti seorang wali hidupnya tanpa kesulitan. Ada momen dimana Allah mengujinya dengan kesulitan dan musibah.
Selain tanda-tanda tersebut, beberapa wali diberikan keistimewaan luar biasa di luar nalar manusia. Keistimewaan tersebut disebut dengan karamah. Seringkali masyarakat mudah terjebak pada ilusi karamah palsu yang dipertontonkan oleh sebagian orang untuk mendapatkan keuntungan. Untuk membedakan yang asli dan palsu, satu-satunya cara adalah melihat kualitas ibadah yang dilakukan. Jika ibadahnya tidak bagus, sudah jelas itu bukan karamah, malah bisa jadi bisikan dari setan.
Kontributor: Zafni Alifatuzzahra Rahmatillah (Jombang), Queenara Nurfaizah (Gresik); Editor: M. Ainun Najib