PENDAR IMAN SETELAH PUASA RAMADHAN

PENDAR IMAN SETELAH PUASA RAMADHAN


Tujuan utama puasa adalah mewujudkan manusia takwa. Sebuah predikat manusia mulia di sisi Allah. Orang yang berbondong-bondong menunaikan shalat Idul Fitri, apakah orang yang paling mulia itu orang yang berdiri di atas mimbar? Orang yang duduk di shaf terdepan? Orang yang memakai baju yang paling mahal? Tentu saja tidak! Allah berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling taqwa diantara kamu”. (QS al-Hujurat : 13).

Manusia dianggap mulia bukan karena hartanya, bukan karena jabatannya, bukan pula karena bentuk dan rupanya. Rasulullah bersabda:

إنَّ الله لا ينْظُرُ إِلى أجْسَامِكُمْ ، ولا إِلى صُوَرِكمْ ، وَلَكن ينْظُرُ إلى قُلُوبِكمْ وأعمالكم 

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kamu dan tidak melihat kepada bentuk kamu, tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kamu ”. (HR.Muslim).

Selama satu bulan Ramadhan seorang hamba ditempa dengan puasa dan dibiasakan dengan melakukan kebaikan agar istiqomah dalam kebaikan di bulan-bulan di luar Ramadhan. Istiqomah dalam kebaikan tersebut terus berlanjut hingga ajal menjemput.  

Ali bin Abi Tholib menggambarkan hamba yang melakukan puasa di bulan ramadhan menampakkan empat perilaku di luar bulan romadhan:

اَلْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ، وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ، وَالرِّضَا بِالْق َلِيْلِ، وَالاِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ

Pertama, اَلْخَوْفُ مِنَ الْجَلِيْلِ (takut kepada Allah).

Rasa takut kepada Allah merupakan salah satu buah iman. Pada saat melakukan puasa Ramadhan, di tengah terik siang hari yang panas, seorang Muslim tidak akan melakukan hal terlarang, seperti makan atau minum meskipun ada kesempatan. Ini dilakukan semata-mata takut untuk melanggar perintah Allah. Seorang hamba yang berpuasa akan menumbuhkan rasa takut selama tiga puluh hari, dengan tujuan agar rasa takut itu bersemayam dan kekal abadi di dalam hati. Puasa Ramadhan sebenarnya latihan untuk menumbuhkan iman dalam diri seorang muslim, yang diharapkan nantinya dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari walapun Ramadhan telah meninggalkannya.

Puasa Ramadhan mengajarkan pula rasa takut kepada Allah dengan cara tidak makan dan minum meskipun keduanya diperoleh secara halal. Tragisnya merasa takut kepada-Nya kadang-kadang tidak bersemayam dalam hati Muslim. Takut kepada Allah akan melahirkan kebaikan dalam setiap sisi kehidupan. Pemimpin yang takut kepada Allah tidak akan menyia-nyiakan amanah dan berbuat dhalim. Suami yang takut kepada Allah ia tidak akan pernah menelantarkan istri dan anaknya. Ingatlah akan janji Allah kepada orang-orang yang takut kepada-Nya

وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ 

“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (QS ar-Rahman : 46). 

Yang dimaksud dengan dua surga di sini menurut ulama ahli tafsir adalah seorang hamba yang memiliki rasa takut kepada Allah ia akan mendapatkan dua kenikmatan yaitu surga. dunia dan surga akhirat”.

Kedua,  وَالاِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ (mempersiapkan diri menghadapi hari kematian). Pertanyaannya, sudahkah manusia mempersiapkan kematian?

عن أنس رضي الله عنه مرفوعاً: يَتْبَعُ الميتَ ثلاثةٌ: أهْلُه ومَالُه وعَمَلُه، فيرجع اثنان ويَبْقى واحد: يرجع أهْلُه ومَالُه، ويبقى عَمَلُه 

“Yang mengiringi mayat itu ada tiga, yang dua kembali, sedangkan yang kekal hanya satu. Mayat itu diiringi keluarga, harta dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali, sedangkan yang menetap hanyalah amalnya” (HR. Bukhari-Muslim).

Selama ini manusia terlalu sibuk dengan doa hal; harta dan keluarga. Manusia acapkali lalai dengan amal yang akan menemaninya di alam barzah dan akhirat. Orang yang bertakwa akan mempersiapkan dirinya untuk menghadapi hari kematian.

Sebelum menghadap Allah di akhirat, setiap manusia akan mengalami satu proses kematian. Hani', bekas budak Utsman bin Affan, menuturkan bahwa Utsman menangis hingga jenggotnya basah apabila berdiri di atas kuburan. Lalu Utsman bertanya, “Mengapa kamu tidak menangis ketika menyebut surga dan neraka. Tapi, kenapa kamu menangis karena kubur ini?” Dengan menyitir hadits Nabi Muhammad, Utsman menjawab,

. القَبرُ أَوّلُ مَنزِلَةٍ مِن مَنازِل الآخِرَة فمَن نجَا منه فمَا بَعدَه أَيسَ ر وإن لم ينج منه فما بعده أشد منه

"Sejujurnya kubur itu tempat singgah pertama dari tempat-tempat singgah akhirat. Jika  (seseorang)  selamat darinya maka setelahnya lebih mudah, dan jika ia tidak selamat darinya maka setelahnya lebih sulit."  ( Hadits hasan – diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Manusia pada mulanya mati kemudian dihidupkan kembali dalam rangka beribadah kepada Allah. Manusia sebenarnya hidup hanya menunggu mati, tidak ada yang lain. Supaya tidak bosan menantikan kematian, Allah memberi manusia berbagai macam hiburan, seperti pasangan hidup, anak, harta dan lainnya. Kadangkala hiburan tersebut melalaikan kematian yang setiap saat datang tanpa diketahuinya. Apabila Allah mengambil hiburan tersebut, manusia bersedih hati. Bahkan ada pula manusia yang mencaci maki Allah dan menyaksini Allah tidak adil.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ 

Setiap jiwa pasti merasakan mati” (QS Ali 'Imran : 185). 

Kematian merupakan hal yang pasti datang. Tak pandang siapa orangnya; kapan waktunya; di mana tempatnya; dan bagaimana kondisinya. Ketika ajal datang, tak ada satupun yang bisa menghindar. Kematian adalah sebuah jembatan yang menghubungkan dua kehidupan, yaitu kehidupan dunia dan akhirat. Dunia adalah tempat manusia menanam bekal kehidupan yang kekal nan menuju abadi, apa yang akan manusia panen di akhirat merupakan hasil dari apa yang ditanam saat di dunia.

Ketiga , وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ (melaksanakan isi kandungan Al-Qur'an).

Al-Qur'an merupakan sumber utama ajaran Islam yang diturunkan pada bulan Ramadhan dan sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim. Al-Qur'an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya ( hablum mina Allah wa hablum minannas ). Bahkan al-Quran mengatur hubungan manusia dengan alam sekitar. Al-Qur'an adalah firman Allah yang berfungsi pedoman hidup dan petunjuk bagi umat manusia. serupa Allah telah berfirman dalam QS Al-Isra': 9.

إِنَّ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ يَهْدِى لِلَّتِى هِىَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.

Mengamalkan isi kandungan Al-Qur'an merupakan kewajiban bagi umat manusia. Untuk dapat mengamalkan isi kandungan yang terdapat di dalam Al-Qur'an setidaknya harus melalui beberapa tahapan yaitu (1) membaca Al-Qur'an dengan baik, (2) menghafal, (3) mengetahui arti, (4) memahami isi kandungan serta tafsirnya.

Keempat,  وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ (ridha terhadap ketentuan Allah meskipun sedikit atau tidak menyenangkan).

Salah satu sifat Nabi Muhammad sehingga menjadi manusia paling mulia adalah keridhaannya terhadap segala apapun yang telah Allah takdirkan, baik yang berupa kenikmatan maupun kesedihan. Setelah wafat Khadijah dan Abu Thalib, Nabi Muhammad merasa perlu mencari dukungan dari penduduk kota Thaif sekaligus mendakwahkan Islam. Karena itu Nabi Muhammad datang sendiri menuju Thaif, tidak mengirim utusan. Hanya Zaid bin Haritsah yang menemani Nabi Muhammad. Bukan Berbagai Hangat yang didapat, masyarakat Thaif menolak dakwah Nabi Muhammad. Mereka mengusir Nabi Muhammad dan Zaid bin Haritsah. Bahkan pelemparan batu kepada penduduk Thaif mengakibatkan keduanya berdarah.

Nabi Muhammad dan Zaid bin Haritsah bersembunyi di kebun milik Uthbah bin Rabi'ah untuk menghindari kejaran penduduk Thaif. Di kebun itulah, Nabi Muhammad menyalakankan doa. “Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa aku ingin Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang membayangkan suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?”

Allah lantas mengutus malaikat Jibril agar menyampaikan pesan bahwa Allah telah mendengar doa Nabi Muhammad. Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad yang sedang berluka tersebut bersama dengan malaikat penjaga gunung. Sejurus kemudian malaikat penjaga gunung berkata, “Wahai Nabi Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.”

Nabi Muhammad menolak ‘tawaran’ malaikat penjaga gunung tersebut. Nabi Muhammad justru berharap suatu saat nanti penduduk Thaif dan anak cucunya beriman kepada Allah dan memeluk Islam. Nabi Muhammad kemudian memanjatkan doa, “Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti.”

Sekalipun sudah dilempari batu hingga terluka parah, Nabi Muhammad ridha dengan takdir Allah. Nabi Muhammad bahkan tidak menaruh dendam kepada penduduk Thaif. Ucapan mulia yang keluar dari lisan Nabi Muhammad

إن لم يكن بك علي غضب فلا أبالي.

“Asalkan tidak ada kemarahan dariMu kepadaku, aku tidak peduli” (H.R. Thabrani dari kitab As-Sirah Ibnu Ishaq).

Penulis: Imron Nur Annas, M.H.

Anggota Majelis Tabligh PDM Nganjuk

Pengajar di Ponpes Ar-Roudlotul Ilmiyah Kertosono

#Iman_Setelah_Puasa
#MC-YTP