LOMBA PIDATO UNTUK GURU
Tentu butuh keberanian untuk tidak menolak. Masa iya, guru enggan diminta turut serta? Bagaimana nanti muridnya?
Apalagi jika ini merupakan wadah para pengawas untuk uji nyali dan uji kompetensi para guru madrasah dalam bidang public speaking/khitobah.
Tanggal 17 kemarin, Pak Shadiqin selaku kepala madrasah meminta penulis untuk ikut lomba pidato bahasa Arab antar guru MTs/MA se-Kab. Nganjuk. Ini dalam rangka Hari Amal Bakti ke-78 Kemenag RI.
"Ini wajib untuk guru bahasa, Bu. Ada Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia," ujar beliau.
Karena wajib, mana bisa menolak. Selesai menyetuji, ada Ustadz Izam datang. Beliau juga hendak menyiapkan raport untuk dibagikan ke kelas 8 B.
"Lha ini, penyelamat. Pak Izam saja, Paklik," usul penulis untuk menghindari ikut lomba.
Singkat cerita, MTs YTP mengirimkan 3 guru untuk ikut lomba pidato. 2 guru (penulis dan Ustadz Izam) ikut bahasa Arab dan 1 guru (Ustadz Thohari) bahasa Indonesia.
Tanggal 18 ada Technical Meeting. Pak Shadiqin berangkat sendiri. Di sana bertemu Ustadz Firdaus yang dikirim atas nama MA YTP untuk ikut pidato bahasa Arab. Adapun tema lombanya: Moderasi Beragama di Era Disrupsi Digital
Waktu 2 hari untuk persiapan. Tibalah saatnya action! Usai pembukaan, kami ber-3 (penulis, Ustadz Izam dan Ustadz Firdaus) berkumpul di depan ruang lomba pidato bahasa Arab. Sedangkan Ustadz Tohari ada di area lomba pidato bahasa Indonesia.
Sekilas penulis lirik naskah pidato ustadz berdua.
Ustadz Firdaus naskah beliau dalam bentuk ketikan tanpa harakat. Beliau sudah tidak ada masalah dengan bahasa Arab. Enam tahun di Gontor dan lanjut S1 LIPIA sudah cukup jadi bekal. Di tambah bentuk vokal yang mendukung, juga pengalaman sebagai muballigh, cukup untuk bekal tambahan.
Pun Ustadz Izam. Naskah beliau tulis tangan. Mana pakai kertas bekas sisa ujian PAS anak-anak lagi. Kelebihannya tulisannya cukup rapih. Kelihatannya sangat banyak.
"Cuma 7 menit loh, Mas Izam. Ini nggak kelebihan?" tanya penulis.
"Mboten ngertos, Bu. Dereng sempat ningali durasi," jawabnya.
Tapi beliau meyakinkan, kalau kepanjangan, bakal bisa dicukupkan dalam 7 menit. Penulispun percaya.
Dulu beliau adalah salah satu murid terbaik penulis. Usai 6 tahun di YTP, lanjut di Kairo. Maka, tak ada keraguan untuk guru kita ini akan penguasaan bahasa-nya.
Ada komentar positif dari anak penulis yang sempat di ajar oleh beliau, "Ustadz Izam itu kalau ngajar enak. Wawasannya begitu luas. Seolah nggak habis-habis. Selalu ada hal baru yang didapat."
Rupanya hanya penulis yang naskahnya gondrong. Ketikan ful harakat. Awalnya tiga lembar. Namun karena selalu lebih dari 7 menit, dipangkas menjadi dua lembar.
Kelebihan penulis, ringan untuk ngetik arab gondrong. Kekurangannya, bentuk vokal kurang mendukung untuk pidato. Tapi, bismillah. Nawaitu ikut menyemarakkan.
Tibalah saatnya pengumuman. Ustadz Firdaus dapat juara 1, Ustadz Izam juara 2. Juara 3, 4 dan 5 diraih oleh MA/MTs negeri/swasata selain YTP. Baru penulis pada urutan ke-6.
Pada bahasa Indonesia, Ustadz Tohari dapat juara 3. Alhamdulillah. Ada kebanggaan dalam hati ini. Bagi penulis, menjadi motivasi bagi adik-adik dan anak didik itu sudah lebih dari cukup. Apalagi jika mereka menjadi juara, sungguh sangat ikut bergembira.*
Oleh: Qudrotul Bahiroh